KAMI HANYA INGIN BERKARYA ..... BERBAGI BEREKPRESI ... TANPA LELAH , MENJALIN RASA PERSAUDARAAN DAN SALING PEDULI

nasib jadi babu

Akhirnya aku jadi TKI, jadi babu dinegeri orang, uangku habis dengan berbagai macam birokrasi yang begitu berbelit-belit, entahlah mau jadi babu aja susah setengah mati kayak jadi mau presiden saja, pake inilah pake itulah.... ukur beha lah, ukur anulah.... wuahhhhhhh!!

Birokrasi yang begitu panjang lebar yang entah bwt apa, dalam hati aku berbisik masih ada juga penjahat perang yang tega menilap uang rakyat kecil yang hanya punya cita2 Cuma jadi babu doang.... huhuuu

Dan finally, aku sampai juga dinegeri tak bertuan negeri jiran malaysia, aku ditempatkan dirumah orang yang kaya raya... mereka adalah keluarga Ipin Upin, wuahhaa....

(Pemusik: ha... betul betull betull....)

ketika pertama kali datang, aku disambut dengan hangat, dalam khayalanku, Ahhh aku bisa mengumpulkan banyak uang dengan hanya Cuma jadi babu, bayangkan sebulan gaji bersihnya 2 jeti, ampir sama dengan gaji PNS klo diIndonesia, wkwkwkw...

Mulai hari pertama aku bekerja dengan sebaik2nya, membersihkan kaca meja, kaca tivi, menyapu halaman , trus mencuci piring, mencuci baju dan memasak nasi... jangan sampai mengecewakan tuanku, ha betul betul betull...

Tapi beberapa hari menjelang seminggu tingkah laku tuanku berubah 180 derajat, ia mendadak buas, disaat aku sedang membersihkan kaca meja seperti biasanya, tiba2 saja mereka menendangku, auhhhhh aku terjatuhhh.....

Tapi aku diam saja, karena kupikir mungkin tanpa sengaja melakukan kesalahan, di pagi harinya kelakuan mereka semakin menjadi, saat aku sedang memanaskan air tiba2 saja nyonya tuan rumah menyiramku dengan air yang baru mendidih ituh, byuRRrrrr..... aku basah kuyuPp wuaaahhh panaSss panasSS.... Kupikir kulitku bakal melepuh tapi untunglah hanya memerah saja...



download naskah DISINI
Continue Reading | komentar

SARIMIN

1.

Tampak panggung pertunjukan, mengingatkan pada pentas kampung…

Para pemusik muncul, nyante, seakan-akan mereka hendak melakukan persiapan. Ada yang mumcul masih membawa minuman. Ngobrol dengan sesama pemusik. Kemudian mengecek peralatan musik. Mencoba menabuhnya. Suasana seperti persiapan pentas. Tak terlihat batas awal pertunjukan.





Sesekali pemusik menyampaikan pengumunan soal-soal yang sepele: Memanggil penonton yang ditunggu saudaranya di luar gedung, karena anaknya mau melahirkan; menyuruh pemilik kendaraan untuk memindahkan parkir mobilnya, atau mengumumkan bahwa Presiden tidak bisa datang menyaksikan pertunjukan malam ini karena memang tidak diundang; pengumuman-pengumuman yang remeh-remeh dan bergaya jenaka… Atau menyapa penonton yang dikenalnya, bercanda, say hello, sembari sesekali menyetem peralatannya.

Kemudian mereka menyanyikan lagu tetabuhan, yang mengingatkan pada musik topeng monyet. Para pemusik bernyanyi dan berceloteh jenaka. Sementara ruang pertunjukan masih terang. Tertengar lagu tetabuhan yang riang…

Lalu muncullah aktor pemeran monolog ini atau Tukang Cerita. Terlihat jenaka menari-nari mengikuti irama. Hingga musik tetabuhan berhenti, dan Tukang Cerita mulai menyapa penonton dengan penuh semangat bak rocker,
TUKANG CERITA:
Selamat malam semuanya! Yeah!…

Wah, gayanya seperti rocker, tapi nafasnya megap-megap. Rocker tuek…

Senang sekali saya bisa ketemu Saudara semua. Ini kesempatan langka, bertemu dalam peristiwa budaya. Anda mau datang nonton pertunjukan ini saja sudah berarti menghargai peristiwa budaya, ya kan?! Hanya orang-orang yang berbudaya yang mau nonton peristiwa budaya. Jadi, bersyukurlah, kalau malam ini Anda merasa ge-er sebagai orang yang berbudaya. Soalnya, di negeri ini, manusia yang masuk dalam kategori manusia berbudaya itu lumayan tidak

Download naskah DISINI
Continue Reading | komentar

NYANYIAN ANGSA

SKENE INI TERJADI DI ATAS SEBUAH TEATER DAERAH. MALAM HARI SETELAH PEMENTASAN. SI SEBELAH KANAN KEADAANNYA TIDAK TERATUR DAN ADA PINTU USANG TAK BERCAT KE KAMAR-KAMAR PAKAIAN. DI SEBELAH KIRI DAN LATAR BELAKANG PENTAS DISERAKI OLEH BERMACAM-MACAM BARANG USANG. DI BAGIAN TENGAH ADA SEBUAH KURSI POLOS TERJUNGKIR.

ya, ya ini gila sekali! Sungguh ini lelucon yang sangat bagus. Aku jatuh dari kamar pakaian setelah pementasan habis, dan di situ aku dengan tenang ngorok setelah semua orang meninggalkan gedung teater ini. Ah! Aku memang orang tua yang tolol, si tua yang sialan! Kiranya aku telah minum lagi sehingga aku tertidur di dalam sana, tergeletak. Sungguh pintar! Selamatlah kau pemuda gaek!


Download naskah DISINI
Continue Reading | komentar

bau busuk di kamar mandi

Naskah Monolog: S. Yoga
LELAKI SETENGAH BAYA :
(Setting di ruang kamar mandi yang cukup besar, di dalamnya ada wastafel, handuk, pisau cukur, kloset, bak mandi, kran dari atas, korden, cermin dengan perlengkapan rias, ada bedak, sisir, sikat wc. Seorang lelaki setegah baya masuk, berpakaian lengkap, necis, pakai dasi dan membawa tas. Meletakkan tas. Memandang lama ke arah cermin besar, mengamat-amati, nampak curiga pada wajahnya sendiri). Aku kira tak ada yang berubah sejak aku dilahirkan. Wajahku tetap sama bersih.
(Melihat jam, lalu mondar-madir). Apakah aku harus berangkat. Istri sudah berangkar kerja sejak dini hari, tempat kerjanya jauh, anak-anak berangkat sekolah, pembantu ke pasar, tinggal diriku yang kesepian. (Menciumi tubuhnya sendiri). Apakah aku harus mandi lagi. Kenapa tubuh ini akhir-akhir ini baunya tidak enak. (Membau tangannya yang sudah ia uapi dengan bau mulutnya, lalu menutup mulutnya yang berbau tidak enak). Ah kenapa mulutku baunya tidak enak sekali. Aku harus mandi. Aku harus mandi lagi. Aku tak peduli pertemuan di kantor terlambat.
LELAKI SETENGAH BAYA :
(Lelaki itu mulai membuka dasinya, jasnya, bajunya, sepatunya, kaos kakinya, celana panjangnya, hingga hanya mengenakan celana kolor dan kaos dalam putih. Ia segera mengambil pasta gigi dan sikat gigi. Segera mengosok gigi. Berkumur. Membau bau mulutnya lagi dan mengulangi gosok gigi lagi). Kenapa? Kenapa? Kenapa ini semua terjadi padaku. Bau mulut saja tak mau hilang.


Download naskah DISINI
Continue Reading | komentar

KUCING HITAM

Untuk cerita amat ajaib ini, yang terjadi dalam rumahku dan hendak kami paparkan, sama sekali aku tidak mengharap bahwa orang-orang akan percaya. Gila rasanya mengharap begitu, dimana aku sendiri tidak percaya dengan indraku sendir. Namun gila pun aku tidak sama sekali aku tidak bermimpi. Tapi besok, besok aku akan mati, maka sekarang harus kubuang beban yang menghimpit jiwaku ini. Tak ada keinginanku untuk memaparkan pada dunia serangkaian peristiwa dirumah secara sederhana dan pendek, tanpa dibumbui.
Oleh akibat-akibatya, peristiwa itu telah mengejutkan hati, menganiaya bahwa memusnahkan direiku. Namun aku tidak bermaksud menafsirkannya. Bagiku tak ada hasilnya kecuali kengerian. Bagi orang lain mungkin bukan mengerikan, tapi aneh. Nanti mungkin akan ada orang pandai yang akan berhasil menafsirkan keanehan ini sampai terasa biasa, seorang p-emikir yang lebih tenang, berakal, dan jauh kurang bingung daripada aku dalam menghadapi yang kututurkan tanpa senang hati ini. Barngkali dia tak akan melihat sesuatu pun selain rentetan sebab akibat yang sudah lumrah.
Sedari kecil aku terkenal suka meruntut dan berperikemanusiaan. Kelembutan hatiku ini amat kentara, hingga sering diolok-olok oleh teman-temanku.
Aku sangat menggemari bintang. Orang tuaku mengijinkanku memelihara pelbagai binatang di rumah, bersama merekalah ku habiskan sebagian waktuku. Aku tak pernah lebih bahagia kalau tidak memberi makan serta mengelus mereka. Tabiat ini tumbuh bersama umurku.


Download naskah DISINI
Continue Reading | komentar

KROMO KRONIK

SOSOK MENATAP PADA SANG HYANG TUNGGAL, PADA MAKNA-MAKNA CUACA, BENING RUH NURANI. SANGKALA HATI MEREBAK MEWANGI DALAM ANGAN SORGAWI, DI UFUK-UFUK. DI RUANG-RUANG. DI UJUNG-UJUNG DEDAUNAN, DI PEPOHONAN, DI GRAVITASI CAKRAWALA ALAM RAYA. SOSOK DAN SEBUAH RUANG, AMBEN, LENTERA DI SUDUT BERKERJAPAN MEMBISAKAN LUKA-LUKA SEJARAH MATI.

( SENJA TAMPAKNYA MENGAYUN SORE, SEBERSIT WARNA MERONA MENYERUAK GELAYUT AWAN-AWAN IMAJI, SEBUAH AMBEN DI BAWAH BAYANG-BAYANG, GALAU, KENANGAN, MESKI PEDIH, TERSISA)

Wong kas ingkang sampun amakolih,
kakkul yakin tingale pan nyata, sarta lan sapatemone
pan sampun sirna luluh, tetebenge jagad puniki
kabotan katingalan, ing wardayanipun
anging jatine hyang suksma
datan pegat anjenengaken mangkyeki
kang ketung mung pangeran(*)

Para pangeran telah tahta, selasar hari, di sang waktu, meruang, berguliran di khazanah zaman silih berganti. Raja mati. Raja hidup. Raja diraja. Akar. Akal. Aksioma, menawan jiwa. Aku jelata, abdi dari kurun generasi sistem kekuasaan. Amanat, nyala api, kobarkan peperangan jiwa, korban. Magma. Bara, membara.
“ Wahai amuk dalam jiwa, mati, mati, luka, luka,luka, siasat-siasat bermakna simbolik, totalitas realita membuatku kini, aku menjadi jiwaku….A hoi! A hoi! Aku bukan anak Bima, aku bukan Kresna yang menjelma raksasa, aku babad teronggok, daging busuk yang terbuang, sisa sistem di zaman-zaman….”

Download naskah DISINI
Continue Reading | komentar

Blogger Login Form

Please enter your username and password to enter your Blogger Dasboard page!


Widget edited by Blog-Triks
 
Copyright © 2011. REPARASI TEATER - All Rights Reserved